Minggu, 23 Juni 2013

WIRAUSAHA PERTANIAN - AGRIPRENEURSHIP 2013



WIRAUSAHA PERTANIAN (AGRIPRENEURSHIP 2013)
Berbasis PEMBERDAYAAN MASYARAKAT – PETANI
Oleh : Yunan Zaqi Candra

A.  LATAR BELAKANG
Sebagai bangsa Agraris, ditengarai Indonesia kini sudah masuk perangkap pangan (food trap) negara maju dan kapitalisme global. Hal ini seperti yang sering di-expose di berbagai media massa, bahwa tujuh komoditas utama non-beras yang dikonsumsi masyarakat ternyata sangat tergantung pada impor luar negeri. Bahkan, empat dari komoditas utama tersebut, yakni kedelai, gandum, telur ayam ras dan daging ayam ras sudah dalam kategori kritis. Sementara itu, komoditas lainya seperti jagung, susu dan daging sapi meski belum termasuk dalam kategori kritis keberadaannya, sebetulnya juga patut diwaspadai karena bukan tidak mungkin ikut kritis. Indonesia ternyata telah menjadi negara yang mengimport berbagai komoditi pangan strategis: sekitar 2,5 juta ton beras/tahun (terbesar di dunia); 2 juta ton gula/tahun (terbesar kedua di dunia); 1,2 juta ton kedelai/tahun; 1,3 juta ton jagung/tahun; 5 juta ton gandum/tahun; dan 550.000 ekor sapi/tahun, dsb
Dan negara yang mempunyai label sebagai “negara agraris”, justru para petani (63%) merupakan masyarakat marginal dengan tingkat pendapatan yang relatif rendah dan bahkan dalam katagori “miskin”. Rendahnya tingkat kesejahteraan petani tersebut disebabkan masih rendahnya nilai tambah yang dinikmati oleh petani dikarenakan kurang kemampuan pengetahuan dan keahlian Sumber Daya  Manusia (SDM) Petani kita. Ditambah lagi kurang optimalnya linkage/integrasi antara on-farm dan off-farm. Saat ini para petani melakukan usahanya secara on-farm saja, sedangkan off-farm banyak dilakukan oleh pelaku industri. Sedangkan nilai tambah yang tinggi ada di off-farm.
Yang lebih mengenaskan, para Sarjana Pertanian kita lebih bangga jika mereka bekerja di Perbankan, di bidang politik, sebagai Pegawai Negeri atau Swasta yang mendapatkan gaji tetap dan posisi yang aman. Padahal yang namanya petani ya harus turun ke sawah. Menurut Bob Sadino (Bapak Entrepreneur Indonesia, pria yang mengawali kesuksesan karirnya dalam bidang Agribisnis), sejak awal sekolah-sekolah tinggi pertanian tidak membawa mahasiswanya ke lapangan, sampai akhir studi mereka. Lapangan disini diartikan luas, yakni baik lapangan dalam arti wilayah pertanian itu sendiri maupun lapangan dalam arti kondisi ekonomi dan pasar hasil pertanian atau dengan kata lain tentang agribisnis. “Tidak pernah praktik, tidak pernah pegang pacul, sampai akhir teori atau kuliah mereka,” katanya. Hasilnya, sekolah tinggi, universitas, dan institut pertanian di indonesia hanya memproduksi sarjana pertanian yang hanya tahu cara bertani, tetapi aslinya tidak bisa bertani, apalagi mau jadi petani.
1)  Apanya yang salah?

Dari hal diatas ada beberapa hal yang tidak sesuai dari sektor pertanian kita. Sektor pertanian disini diartikan luas, yakni meliputi sektor pertanian murni, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan dan kelautan. Yang Pertama, yaitu adanya dukungan yang setengah-setengah dari pemerintah terhadap sektor ini. Sampai pada saat ini, konsentrasi pemerintah membangun Indonesia pada tahap industrialisme. Lemahnya dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian terbukti dengan turunnya harga komoditas pertanian kita pada saat panen meskipun memang penyusun harga terjadi pada kondisi ekuilibrium pasar, akan tetapi rule of control dari pemerintah dirasa kurang. Kemudahan melakukan impor komoditas tersebut juga menjadi nilai tambah kurangnya dukungan pemerintah. Jadi dapat ditarik benang merah bahwa kontrol pasar dan dukungan pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah kurang.

Hal yang Kedua, yaitu kurangnya pemahaman petani terhadap pertanian off-farm yang mengakibatkan rendahnya kesejahteraan mereka. Pemahaman tentang Entrepreneur atau Wirausaha pada sektor pertanian masih belum menjadi mindset untuk berbisnis. Padahal sektor pertanian Indonesia menjanjikan kesuksesan usaha jika dikelola dengan benar dan dengan konsep Wirausaha. Indonesia tidak mungkin mengungguli Sony, Toyota dan Hondanya Jepang, atau intel dan Fortnya Amerika, atau BMW dan Mercedessnya Jerman, tetapi Jepang, Amerika dan Jerman tidak akan dapat mengalahkan tanahnya Indonesia, hasil laut atau rotannya kita.

Hal yang Ketiga, yaitu buruknya sistem pendidikan kita yang hanya mencetak sarjana pada tataran tahu bukan pada tataran bisa ataupun ahli. Mereka adalah output sitem yang berkutat pada bagaimana supaya tahu lebih banyak, bukan bisa lebih banyak. Alhasil, setiap tahunnya perguruan-perguruan tinggi di Indonesia hanya menyumbangkan penggangguran terdidik yang baru.

Hal yang Keempat, yaitu hal yang paling penting dalam pertanian adalah bagaimana bisa mendapatkan Hasil Pertanian yang Unggul dan berkualitas dan melimpah.

Fakta membuktikan  penggunaan Pupuk Kimia yang beresidu/mengandung racun akan meninggalkan zat-zat yang merusak tanah dan tidak bisa terurai di dalam tanah. Hal ini apabila dipakai bertahun-tahun akan berakibat fatal karena tanah akan semakin keras dan bantat, sehingga akar akan susah mencari makan. Apabila ini terjadi maka kita tidak akan pernah mendapatkan Hasil Pertanian yang Unggul dan berkualitas dan melimpah. Untuk itu benar-benar perlu dilakukan pemilihan Pupuk yang Ramah lingkungan dan berkualitas untuk Peningkatan Mutu dan Hasil. 

2)  Apa Solusinya?

Membangun Wirausaha Pertanian (Agripreneurship) - Berbasis Pemberdayaan Masyarakat - Petani

Bagaimana caranya?


1.  Caranya adalah dengan menanamkan Pola Pikir Wirausaha kepada Para Petani dan Para Sarjana Indonesia. Konsepnya begini:


Model ini disebut dengan RBS atau Roda Bob Sadino yang biasa digunakan dalam menggambarkan proses pembelajaran dalam dunia Entrepreneur. Pada saat ini, para sarjana kita masih berada pada posisi TAU sedangkan para petaninya pada posisi BISA. Mereka harus berinteraksi untuk beralih posisi ke kuadran TRAMPIL dan AHLI.

Dalam kuadran tahu proses menitikberatkan pengetahuan sebanyak mungkin teori dan informasi yang dikuasai, tetapi kelemahannya adalah teori yang mereka kuasai tidak otomatis dapat diaplikasikan di masyarakat. Pada kuadran BISA, mereka yang menduduki kuadran ini berpedoman pada praktik dan tidak peduli akan apalagi menguasai teori. Mereka belajar sepenuhnya dari proses praktik tersebut. Di kuadran TRAMPIL merupakan tempat orang-orang yang telah melewati kuadran TAU dan BISA dan merupakan akibat proses dialektika antara kuadran TAU dan BISA. Dan perjalanan berikutnya, orang-orang di kuadran TRAMPIL akan bergerak ke kuadran AHLI yang didalam dunia entrepreneur disebut dengan kuadran ENTREPRENEUR.

Seharusnya begitulah proses bagaimana para para sarjana dan petani kita berproses dan kemudian dapat menciptakan pola pikir Entrepreneur.
2.   Selanjutnya Konsep dari pemikiran saya adalah Membangun hubungan Sinergitas semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Konsep ini saya namakan Symbiosis Mutualism Strategy.
Konsep ini menggabungkan unsur pokok, yaitu Pemerintah, Pihak Swasta baik perusahaan maupun investor, Kelompok peduli, Perguruan Tinggi/Sarjana dan Petani. Konsep ini lebih menitikberatkan bahwa semua pihak akan mendapatkan manfaat dari hubungan interaksi yang akan terjadi dengan tetap berpijak dalam koridor Entrepreneurship/Agripreneurship. Pemerintah lewat program-programnya memberikan dukungan dan ruang gerak untuk agribisnis dengan cara mengatur kondisi pasar pertanian dan memberikan dukungan berupa kerjasama dan bantuan-bantuan. Sebagai pendidik/sarjana mereka menggunakan informasi tentang kondisi pasar komoditas pertanian dan teori-teorinya untuk bekerjasama dengan pemerintah, sehingga dapat ditemukan proses bertani yang efektif. Pihak Swasta dan investor menggunakan kemampuan finansialnya bekerjasama dengan kelompok-kelompok tani untuk membantu dan mendapatkan keuntungan bersama, sebagai Kelompok Peduli ikut berperan dalam pendampingan kemajuan Peta dan sebagai petani mereka menggunakan hasil pertaniannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Konsep ini menjelaskan bahwa para petani harus sudah mensinergikan pertanian on-farm dengan off-farm. Akan tetapi di dalam proses pertanian yang off-farm mereka harus menggunakan pendekatan-pendekatan kewirausahaan sebagai dasar bertindak
3. Konsep Selanjutnya Adalah Konsep Lewat Program Pemberdayaan Masyarakat, khususnya Petani dengan Pola Perubahan Paradigma (Pola Pikir, Pola Sikap Dan Pola Tindak) berbasis Agripreneurship, sehingga Petani betul-betul mendapatkan pendampingan yang intensif  dalam konsep pengembangan kapasitas  dan Pengorganisasian Masyarakat Petani. Kalo hal ini dijalankan maka akan ada jaminan bahwa produksi Mutu dan Hasil pertanian akan meningkat, sehingga kesejahteraan petani akan benar-benar terwujud.
4.  Dan Konsep yang terakhir adalah Nice Transactions Guarantide
Apa yang dimaksud dengan Nice Transactions Guarantide?


Konsep Nice Transactions Guarantide adalah menyeimbangkan dua komponen penting dalam bisnis yaitu Jaminan Pasar dan Jaminan Pembayaran. Di dalam bisnis apapun termasuk Agribisnis, kunci sukses bisnis yang utama adalah Kepercayaan/Trust. Sedangkan kepercayaan dibagi menjadi dua komponen yang saling menyeimbangkan yaitu Jaminan Pasar dan Jaminan Pembayaran.

Manusia Sebagai makhluk hidup membutuhkan bahan-bahan makanan sebagai kebutuhan pokok yang tidak mungkin terabaikan. Hal ini berarti Jaminan Pasar terhadap Agribisnis sangat terpenuhi.

Di lain sisi, jaminan pembayaran terhadap agen kerjasama pertanian haruslah lancar. Harga pasar dan inovasi hasil komoditas pertanian yang berkualitas memberikan jaminan pembayaran akan terpenuhi. Pada intinya para petani kita harus dapat mengelola dua komponen penting tersebut supaya terjalin kepercayaan bisnis. Sehingga nilai tambah dari pertanian off-farm tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.


 Pemberdayaan Masyarakat di Dusun Pandes 1, Wonokromo, Bantul, DIY

 Strategi riil yang ditawarkan? 
1.  Penempatan kembali Koperasi sebagai soko guru negara Indonesia dengan cara membentuk Koperasi Pertanian yang betul-betul profesional. Dengan demikian saya berasumsi jika Koperasi Pertanian dikelola dengan benar maka kesejahteraan petani akan dengan mudah untuk ditingkatkan. 
2.  Pemerintah bersama para petani membentuk Bank-Bank Pertanian, seperti Bank Padi dan Bibit Padi, Bank Sapi, Bank Rotan dan budidayanya. Hal ini seperti yang disarankan oleh Pemerintah Kabupaten Jember Dinas Perkebunan dan Kehutanan dalam acara Agribusiness Day IMJB 2009 pada tanggal 26 Juli 2009 di Ruang Manajemen FE UNEJ. Pemerintah Jawa Timur mendukung peningkatan hasil pertanian dengan cara menyediakan lahan kehutanan sebagai lahan pertanian dan peternakan. Para petani bisa memanfaatkan tanah hutan sebagai lahan padi gogo atau hotikultura lainnya yang ditanam di bawah pepohonan hutan. Sedangkan para peternak dapat memelihara sapi dan kambingnya dengan membuat kandang di bawah pohon. Kerjasama ini akan memberikan manfaat baik untuk para petani maupun untuk kelestarian hutan. Selain itu pembentukan Bank-Bank Pertanian dapat memberikan informasi dan bantuan kontrol pasar komoditas pertanian oleh pemerintah. 
3. Perlu menggandeng Pihak Swasta sebagai pemilik modal untuk ikut mendukung Program Wirausaha Pertanian (Agripreneurship) - Berbasis Pemberdayaan Masyarakat – Petani ini dengan Konsep Symbiosis Mutualism Strategy, sehingga mereka tidak akan ragu untuk ikut berinvestasi di bidang agribisnis. 
4. Mensinergikan pertanian on-farm dengan pertanian off-farm dengan usaha pertanian hulu-hilir, mulai dari pembibitan, penanaman, pengolahan dan pemasaran sebagai basis usaha ekonomi, industri, dan bisnis kreatif, integrasi mata rantai industri hulu-hilir. Dengan kerjasama dari masing-masing sektor pertanian yang saling melengkapi untuk hasil olahan pertanian. 
5. Membangkitkan semangat generasi muda untuk mulai memahami pentingnya pertanian bagi negara Indonesia dengan memulai Gerakan Wirausahawan Muda Pertanian. Gerakan ini bisa dimulai dari melakukan lokakarya, seminar, workshop, promosi, eksebisi karya, dan produk wirausaha muda berbasis pertanian. 
6. Melakukan pengembangan pemasaran yang selama ini hanya konvensional menjadi pemasaran berbasis IT dengan cara pemasaran online. Hal ini dikarenakan perkembangan dunia informasi dan teknologi sangat berkembang pesat sehingga pertanian Indonesia harus mengikuti perkembangan tersebut. Pemasaran online merupakan perkembangan pemasaran masa depan, meskipun pada saat ini perkembangan di Indonesia terutama sektor pertanian belum ada. Meskipun demikian, minimal pemanfaat pemasaran online sebagai media promosi yang menggunakan biaya yang murah dapat tercapai. Sebagai sarana informasi, internet memberikan janji yang besar untuk kesuksesan agribisnis Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar